Adaptasi Bertahan Hidup Anak Muda dalam Kesibukan Kota Jakarta

 “Apakah 24 jam cukup?”


JACAPTURE, JAKARTA – Selalu ada pengorbanan yang harus kita tebus saat berusaha mengejar mimpi. Bagi anak muda yang bekerja di ibu kota, kita sering mengejar banyak mimpi dan keinginan dengan cara bekerja keras. Masalahnya, ada yang sampai rela mengorbankan waktu tidurnya. Sebuah riset mengatakan, rata-rata masyarakat Indonesia kurang tidur 1,2 jam dari jumlah jam tidur yang dianjurkan supaya kita tetap sehat (waktu ideal). Berikut adalah tanya jawab dengan beberapa anak muda di Jakarta.

Berapa jam yang kamu habiskan untuk bekerja dalam sehari?

“Normalnya sih kalau di kantor gue tuh sampai jam 19.00 –  20.00 malam. Kalau gue pulang itu biasanya masih ada pekerjaan yang emang harus gue beresin sih karena kan tek-tokan tuh masih terus ada ya.” (Aprilia Rizky, Digital Marketing Specialist).

“Kalau gue sih di Unit Pelayanan 24 jam, jadi gue nge-shift. Kalau pagi itu 6,5 jam, siang juga 6,5 jam berarti malamnya itu kira-kira 11 jam.” (Ardian Pratama, Dokter).

“Gue di rumah itu benar-benar pulang, taruh tas, tidur, bangun, terus pergi. Paling kaya “Hi,Mah”, bye.” (Dhini Duta, Copywriter).

“5 atau 6 jam sisanya mungkin 2-3 jam itu banyaknya meeting.”  (Jemmy Wijaya, UI Developer).

“Maybe, 20 jam.” (Hasbie Azhari, Radio Announcer/Film Producer).

Boleh ceritakan kisah lemburmu yang paling parah?

“Berangkat jam 4 pagi, selesainya jam 8 pagi besoknya. 28 jam.” (Troy Arisel Putra, Civil Engineer).

“Gue lembur dari 7 pagi sampai jam setengah 3 pagi.” (Adhika Patria, Lawyer).

Berapa jam rata-rata yang kamu habiskan untuk tidur setiap harinya?

“Kalau menurutku waktu tidur yang ideal, perharinya itu kira-kira 2-3 jam cukuplah.” (Nadya Noor, Illustrator/Graphic Designer).

“Ya kalau dapat tidurpun ya mostly juga sampai 4 jam-an lah. Tapi mendingan ga tidur daripada bablas.” (Hasbie Azhari, Radio Announcer/Film Producer).

“Setiap hari tuh paling tidur, cuma 5 jam udah kaya normal gitu.” (Desmonda, Content Writer/Actor – Singer).

Apa mimpi pribadi kamu?

“Impian gue yang pasti yaitu travel the world, ingin lihat banyak hal di luar sana. Untuk mengejar itu, yang pasti butuh dana kan.” (Anggia Pramudita, Legal Translator).

“Of course I have a goals. Salah satunya itu cara nyata tuh adalah kaya financial freedom gitu. At least apa yang gue beli, gak harus menyusahkan orang lain.” (Adhika Patria, Lawyer)

“Kalau untuk mimpi pribadi, pengen menang ‘Awards’.” (Dhini Duta, Copywriter).

Apakah perlu mengorbankan jam tidur demi sebuah mimpi?

“Menurut gue sih kalau misal gak tidur sekali dua kali, necessary push aja sih untuk the struggle (harus dilakukan untuk perjuangan)” (Dhini Duta, Copywriter).

“Kalau menurut gue, ‘you gain some, you lose some’ sih. Lo bisa dapetin ilmu, lo bisa dapet reward, tapi mungkin lo harus kehilangan beberapa hal. Mungkin salah satunya kehilangan jam tidur.”  (Anggia Pramudita, Legal Translator).

“Gue sih gak merasa mengorbankan itu ya, karena maksudnya kalau dikorbankan berarti hilang gak balik lagi. Tapi kalau ini kan gue masih bisa tebus di waktu yang lain gitu.” (Ardian Pratama, Dokter).

Adakah pengaruh dengan kesehatanmu?

“Aku udah pernah dioperasi dua kali. Karena usus buntu, dan satunya kelenjar getah bening. Itu semua gara-gara imunisasinya drop.”   (Nadya Noor, Illustrator/Graphic Designer).

“Gue dulu waktu muda, capek tuh gak terasa banget. Makin bertambahnya usia, makin kaya cepat capek, makin cepat ngantuk.” (Adhika Patria, Lawyer).

“Seminggu atau dua minggu sekali tuh, gue pasti selalu check-up ke dokter lambung. Terus abis itu dirawat di rumah sakit, endoskopi, kolestrol, hampir pingsan di ojek online.”  (Dhini Duta, Copywriter).

Menurut kamu, work-life balance itu realistis?

“Menurut gue di Jakarta work-life balance itu benar-benar realistis sih. Karena terkadang yang bikin lu capek juga bukan karena kerjaan mungkin, tapi karena infrastrukturnya, waktu lu kerja kurang produktif karena udah capek di jalan dulu.” (Jemmy Wijaya, UI Developer).

“Pasti yang dikorbanin itu adalah social life. Karena udah gak ada waktu sama sekali untuk hangout, untuk quality time yang benar-benar quality time.” (Desmonda, Content Writer/Actor – Singer).

“Work-life balance tuh masih bisa gue dapet, karena gue belum berkeluarga. Habis gue kerja, biasanya gue bisa hangout bareng tim gue.” (Aprilia Rizky, Digital Marketing Specialist).

“Buat gue cukup realistis. Kalau bisa istirahat, bisa hangout, bisa kumpul sama keluarga gue, bisa kerja dengan baik, gue udah bisa gitu.” (Ardian Pratama, Dokter).

Dengan ajuan pertanyaan Apakah 24 jam cukup?, mereka mengaku bahwa mereka membutuhkan waktu tambahan untuk menyeimbangkan kegiatannya. Namun semuanya kembali lagi kepada diri kita dalam memproses waktu agar dapat menyelaraskan kegiatan yang kita lakukan.

 

 

Penulis: YMA

Sumber: Youtube VICE Indonesia

 


Komentar